Minggu, 22 Februari 2015

Time Traps (Part 1)

Cerpen bikinan dulu.... Sebenernya sih, tugas bahasa indonesia, masih rada gaje sih...


ENGLAND, 1937. 08:00
Saat itu, semua daun bewarna oranye kecoklatan berjatuhan dimana-mana. Angin dingin berhembusan kesana kemari, membawa aku dan keluargaku pergi ke rumah nenek dan kakek di desa.
Dengan mobil biru kecil yang membawa 4 orang itu pun melaju pergi sekitar jam 08:00 pagi.  Aku duduk di dekat jendela bersebelahan dengan kakak perempuanku Medly, sedangkan ibu duduk di depan di sebelah ayah yang sedang menyetir. Baru beberapa menit kami berangkat, aku sudah merasa bosan, akhirnya aku mulai mendengar musik dari mp3 kecil yang sengaja kubawa. Sambil melihat pemandangan dari jendela, mendengarkan musik, dan makan pocky, akhirnya rasa bosanku mereda juga. Kulihat dedaunan yang sedang berjatuhan, rumah-rumah penduduk, sungai kecil yang jernih, kereta kuda kecil yang membawa jerami, serta binatang-binatang yang ada di dekat sana. Tak terasa waktu berjalan, kami sudah sampai di rumah nenek dan kakek. Rumah yang lumayan besar untuk ditinggali 2 orang. Rangka rumahnya terbuat dari kayu, menjadi seperti rumah tua. Di samping kanan terdapat pohon besar yang daunnya mulai berguguran, sedangkan di samping kirinya terdapat kandang binatang yang terbuat dari kayu. Kami pun disambut nenek dan kakek ketika masuk ke rumah. Keadaan yang hangat diantara keluarga kecil di rumah milik nenek dan kakek dalam suasana desa yang damai dan nyaman. Terlebih, duduk di sofa empuk yang berdekatan dengan tungku api hangat dan ditemani secangkir coklat panas yang membuat suasana hati tentram...
Terdengar Nenek memanggilku, “Vydi... Bisa bantu Nenek mengangkat barang-barang ini ke atas?”
“Tentu Nek!” seruku. Akupun mengangkat lebih dari 2 tas besar ke lantai 2, tepatnya ke kamar orangtuaku, dan kini tersisa 2 tas, yaitu milikku dan kakakku. Akupun membuka perlahan pintu kamar, dan kulihat ruangan luas dengan 2 pasang kasur yang cukup lebar dengan jendela ditengah-tengah kedua kasur tersebut. Kulihat tiga tangkai bunga didalam vas kecil yang masih segar di dekat jendela. Juga rak buku tua yang berisi banyak buku lama. Walupun terlihat seperti ruangan tua yang jarang ditempati, namun ruangan itu masih terasa hidup, seakan-akan baru di tinggali. Lalu akupun menaruh 2 tas tersebut di dekat kasur, lalu kembali kebawah. []
23:00
Aku terlelap dalam tidurku. Hanyut didalam mimpi yang membawaku ke ingatan masa lalu. Terdiam di tepi danau yang berkabut, serta sunyi nan senyap. Aku menolehkan pandanganku ke samping, dan kulihat sesosok anak laki-laki. Ia terduduk memeluk kedua kakinya yang terlipat di tepi danau, muka anak itu seperti orang yang kukenal. Dengan pelan aku menghampirinya, tak sengaja aku mengedipkan mataku, seketika ia menghilang.
“Tes, tes...” bunyi tetesan air jatuh membangunkan ku. Aku terjaga seketika. Kulihat kakakku yang masih terlelap, aku yang tak berniat membangunkannya langsung turun dari tempat tidur. Kulihat tetesan air dari atap. Deru angin kencang serta hujan badai membuat jendela kamar terbuka serta tirai jendela melambai-lambai. Kulihat sejenak keadaan diluar jendela. Langit tanpa bintang yang begitu gelap serta badai yang disertai hujan deras membasahi wajahku. Aku segera menutup jendela dan beranjak kembali ke kasur. Kubaringkan tubuh ini agar bisa melihat mimpi barusan. Seperti membangun nostalgia yang hidup kembali. []
05:30
Aku terbangun karena cahaya fajar menyinari wajahku. Aku mengalihkan pandangan ke arah jendela. Jendela yang disinari cahaya itu berkilauan serta masih terdapat tetesan-tetesan air hujan.  Aku melihat ke arah kakakku, ia masih terlelap. Aku turun dari kasur dan kubuka pintu perlahan. Lalu menuju ruang makan, tapi tak ada satupun orang disana.
“Mungkin semua orang masih tidur...” pikirku. Tak habis berpikir, langsung kuambil dan kukenakan jaketku untuk melihat keadaan diluar. Saat aku membuka pintu, terlihat olehku keadaan yang sejuk disertai sinar matahari hangat, serta genangan air disana-sini. Kumbang dan kupu-kupu berterbangan kesana-kemari. Tupai-tupai disela-sela pohon, serta orang-orang yang bekerja dengan menaiki kereta yang ditarik kuda. Kemudian akupun melihat salah satu genangan air yang cukup besar. Tak seperti genangan air lainnya, genangan itu tak memantulkan cahaya seperti air tak berdasar. Aku mencelupkan telapak tangan ku ke genangan itu. 
“Lho? Kok tak ada tanahnya?” aku terus mendorong tangan ku agar bisa merasakan dasarnya.
Tiba-tiba diriku terhisap kedalamnya. []
To be continued
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flag Counter